I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Daun-daun muda
yang serangan penyakitnya cukup berat mudah mengalami kerontaokan yang
menyebabkan ranting menjadi gundul. Apabila serangan penyakita tersebut terjadi
bebrapa kali ranting-ranting akan terbentuk menyerupai kipas dengan ruas yang
pendek. Keaadaan ini segera diikuti dengan mati ranting. Infeksi pada daun muda
atau daun tua yang berada pada tajuk bagian bawah menimbulkan gejala hawar daun
(matinya jaringan seluruh daun sehingga berwarna coklat).
Buah-buah muda lebih rentan terhadap
infeksi jamur dari pada buah dewasa. Infeksi jamur terhadap buah muda
menimbulkan gejala kelayuaan denagn bintik-bintik coklat. Bintik-bintik
tersebut segera berkembang menjadi bercak coklat yan berlekuk (antraknose).
Akhirnya buah mengering buah menjadi mengeras, megecil dan kering. Buah dewasa
yang terinfeksi tidak menjadi layu, hanya mengalami antaknosa dan mengerut pada
bagian ujungnya. Tanaman yang terserang cukup berat menunjukkan gejalaserangan
meranggas dengan sedikit atau bahkan tanpa daun sama sekali,
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan sebagai berikut adalah :
1. Untuk
mengetahui cara penyebaran dan kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit
Antraknosa-Colletotrichum.
2. Dapat
melakukan pengendalian secara tepat dan sesuai denagn intensitas serangan penyakit
ini.
II.
Antraknosa-Colletotrichum
2.1
Gejala
Kerusakan
Diagnosis
penyakit Antraknosa-Colletotrichum dapat dilakukan dengan melihat gejala khusus
pada bagian tanamn yang terserang. Serangan ringan pada daun muda gejala
bintik-bintik nekrosis (kematian jarinagan) berwarna coklat. Setelah daun
berkembang bintik nekrosis menjadi bercak berlubang dengan denagn halo (jalur
sekitar bercak akibat klorofil yang rusak) berwarna kuning. Pada daun yang
lebih tua bintik nekrosis berkembang menjadi bercak nekrosis yang beraturan.
Daun-daun
muda yang serangan penyakitnya cukup berat mudah mengalami kerontaokan yang
menyebabkan ranting menjadi gundul. Apabila serangan penyakita tersebut terjadi
bebrapa kali ranting-ranting akan terbentuk menyerupai kipas dengan ruas yang
pendek. Keaadaan ini segera diikuti dengan mati ranting. Infeksi pada daun muda
atau daun tua yang berada pada tajuk bagian bawah menimbulkan gejala hawar daun
(matinya jaringan seluruh daun sehingga berwarna coklat).
Buah-buah
muda lebih rentan terhadap infeksi jamur dari pada buah dewasa. Infeksi jamur
terhadap buah muda menimbulkan gejala kelayuaan denagn bintik-bintik coklat.
Bintik-bintik tersebut segera berkembang menjadi bercak coklat yan berlekuk
(antraknose). Akhirnya buah mengering buah menjadi mengeras, megecil dan
kering. Buah dewasa yang terinfeksi tidak menjadi layu, hanya mengalami
antaknosa dan mengerut pada bagian ujungnya. Tanaman yang terserang cukup berat
menunjukkan gejalaserangan meranggas dengan sedikit atau bahkan tanpa daun sama
sekali,
2.2
Penyebaran
Pada
keadaaan yang cukup lembab daun dan buah terinfeksi banyak menghasilkan
konidia. Bercak-bercak pada daun menghasilkan kumpulan konidia yang berwarna
putih dan tidak berlendir. Konidia dapat disebarkan oleh air hujan, angin dan
serangga. Jika melihat pola penyebaran penyakit di kebun, diduga konidia
disebarkan oleh air hujan dan angin. Konidia dapat menyebar kedaun dan buah
pada tanaman yang sama atau tanaman lain di sekitarnya. Konidia biasanya
terbentuk pada permukaan atas atau bawah daun. Pada buah, konidia terbentuk
dalam aservulus yang timbul dari bercak-becak yang telah tua. Kumpulan konidia
pada buah berwarna merah tua dan berlendir sehingga sangat kecil kemungkinan
tersebar oleh angin penyebaran oleh air hujan dan serangga.
Konidia
yang jatuh pada permukaan daun atau buah segera berkecambauh dan segera
mengadakan penetrasi. Dari bulu kecambuah terbentuk apresoria untuk melekat
pada inangnya. Selanjutnya pada penetasi inang dibentuk kapak infeksi. Kapak
infeksi adalah alat yang terbentuk mirip kapak untuk menetrasi kedalam tubuh
inang sehingga menjadi infeksi. Penetrasi terjadi melalui kutikula dan tidak
melalui stomata. Di dalam air, konidia sudah berkecambah dalam waktu 3 jam
sehinggahujan dapat mendukung terjadinya infeksi. Dengan demikian perkembangan
penyakit mempunyai hungunagn yang cukup erat dengan jumlah hari hujan dari pada
jumlah curah hujan. Disamping curah hujan, perkembangan penyakit dipenharuhui
suhu. Untuk perkembangan dan infeksi dan sporulasi memerlukan suhu optimum 29,5
C.
Di
kebun tanaman kakao yang mempunyai nauangan yang kurang baik atau tanpa naungan
mudah mengalami gangguan penyakit antraknosa yang cukup berat karena
suhudisekitar tanaman cukup tinggi. Konidia yang dihasilkan daun maupun buah
tetap memiliki daya hidup yang cukup tinggi. Di kondisi lapangan konodia tetap
melakukan infeksi sampai beberapa minggu. Meskipun kareana simnar matahari langsung,
konidia tidak segera kehilangan daya hidupnya sampai beberapa hari dan masih
tetap infektif . berati di lapangan masih tersedia inokulum. Penyakit ini dapat
bertahan secara leten pada kakao sepanjang tahun. Yaitu pada daun yang sakit
yng tidak gugur atau pada ranting sakit yang masih hidup. Hujan yang turun
setelah periode kering dapat merangsang tanaman kakao untuk membentuk daun-daun
baru. Kondisi yang demikian ini sesuai untuk merangsang sporulasi jamur yang
dlam keadaan laten. Dengan tersedianya inang dan inokulum pada saat yang
bersamaan maka sangat memungkinkan terjadinya epidermi.
2.3 Kerusakan
Besarnya
kerusakan yang diakibatkan oleh serangan jamur C. Gloesporioides tergantung pada besarnya intensitas serangan penyakit.
Tidak semua kerusakannyang terjadi menimbulkan kerugian. Kerusakan kecil
seperti daun berlubang atau hawar dapat diabaikan. Infeksi penyakit paa buah
bisa menurunkan produksi kakao. Karena buah kan layu dan mengering. Serangan
pada buah yang berukuran besar hanya sedikit menimbulkan kerusakan.
Di
Indonesia besarnya serangan pada buah belum diketahuai pasti. Di Jawa Timur
hasil pengamatan seranagn pada buah muda dari klon yang rentan sebesar 73 %.
Pada tanaman kakao yang terserang penyakit cukup berat produksinya sangat
menurun. Jika kondisi cocok, serangan penyakit meyebabakan hampir seluruh daun
muda gugur. Pada saat daun tua gugur tanaman tidak mampu memproduksi asimilat
yang cukup untuk pertumbuhan vegetataif maupun generatif, apabila
seranagnberlanjut tanaman akan mati.
2.4
Pengendalian
Setelah
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit sebaiknya
disusun cara pengendalian yang memadukan teknik pengendalian kultur teknis,
mekanis, dan kimawi. Cara pengendalian untuk setiap intensitas serangan adalah
:
ü Intensitas
Serangan Ringan
Cara pengendaliannya adalah
dengan pupuk + Naungan + Sanitasi. Penambahan pupuk yang sesuai denagn umur
tanamn, kondisi tanah, dan cara bercocok tanam. Pemberian pohon pelindung yang
disesuaikan dengan keadan kebun dan tanaman kakao. Melakukan sanitasi denagn
memangkas ranting-ranting dan membersihkan lingkungan sekitar tanaman.
ü Intensitas
Serangan Sedang
Cara pengendaliannya adalah
dengan pupuk + Naungan + Sanitasi + Fungisida. Pengendalian ini selain
pamakaian pupuk yang berimbang juga mmperhatikan naungan atau pohon pelindung
kakao. Pohon pelindung jangan terlalu rimbun karena kelelmbaban akan tinggi dan
sangat mendukung lingkungan yang kondusif untuk perkembangan penyakit. Sanitasi
lingkunagan juga sangat perlu diperhatiakan. Kebersihan dan pamangkasan yang
baik akan mendukung penceagahan perkembangan penyakit. Langkah yang terakhir
dilakukan adalah pemberian fungisida untuk sebagai pengobatan bagi bagian
tanaman yang sakit.
ü Intensitas
Serangan Berat
Cara pengendaliannya
dalah dengan pupuk + Naungan + Sanitasi + fungisida. Naungan sangat perlu
diperhatikan harus sesuai dengan kondisi tanaman dan lingkungan setempat.
Misalnya untuk tanaman kakao yang ditanam didaerah bertipe curah hujan C dan
sudah menghasilkan diberi naunagan 25 % (1:4) dengan jenis pohon pelindung
lamtoro. Sadangkan fungisida adalah alternatif terakhir, penyemprotan fungisida
preventif yang dilaksanakan pada saat pembentukan daun-daun baru setalah
mencapai 10 % dengan daun pertaman kira-kira berumur 1 minggu dengan panjang
daun 5 cm. Interval penyemprotan 7 hari atau disesuaikan dengan munculnya
daun-daun baru. Fungisida yang digunakan adalah yang berbahan aktif prokloras
dengan kosentarasi 0,1 %. Formulasi atau fungisida berbahan aktif karbendasim
dengan kosentarasi 0,2 %.
ü Intensitas
Serangan Sangat Berat
Cara
pengendaliannya adalah eradikasi artinya
pembongkaran tanaman yang sakit. Untuk penanaman baru dianjurkan
menggunakan klon-klon tahan atau hibrida.
III.
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulannya adalah sebagai berikut :
1. Penyakit
Antraknosa-Colletotrichum adalah penyakit yang menyerang tanaman kakao yang dimulai
dari daun muda, daun tua serta buah. Buah yang terserang oleh penyakit ini akan
mengeras, megecil an kering sehingga buah tidak bisa dipanen.
2. Cara
pengendaliannya adalah dengan menggabungkan beberapa teknik yaitu pengendalian
kultur teknis, mekanis dan kimia serangan sangat berat sangat dianjurkan
pengendalian dengan eradikasi yaitu membongkar tanaman yang sakit dengan
menggantinya dengan dengan tanaman yang baru yang mempunyai klon-klon yang
tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
0 Response to "Penyakit Antraknosa"
Post a Comment