I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cabe
merah (Capsicum annum)merupakan salah satu komoditas unggulan yang bernilai
ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik dan sebagai bumbu
masak kaya vitamin A, C serta kalsium yang tinggi. Tanaman ini dapat dibudidayakan
di dataran tinggi maupun rendah, dilahan sawah ataupun dilahan kering/tegalan,
tanpa memerlukan persyaratan agroklimat yang terlalu khusus. Untuk mencegah
terjadinya fluktuasi produksi dan fluktuasi harga yang sering merugikan petani,
maka perlu diupayakan budidaya yang dapat berlangsung sepanjang tahun antara
lain dengan cara mengatur pola tanam di masing-masing sentra produksi khususnya
di Jawa Barat. Sehingga dapat memenuhi permintaan pasar dan diharapkan harga
selalu stabil.
Salah satu
cara untuk menstabilkan harga cabe adalah dengan mencoba memperluas tanam
disaat diluar musim. Namun dengan cara tersebut bukan berarti tanpa kendala
dalam budidayanya. Budidaya cabe di luar musim biasanya akan mendapat hambatan
yang lebih besar.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan adalah sebagai berikut :
1. Agar
dapat melakukan budidaya tanaman cabe pada musim kemarau karena harganya tidak
stabil dan memperbanyak kuota cabe.
2. Untuk
petunjuk bagi pelaku utama dalam melakukan bididaya tanaman cabe.
II.
BUDIDAYA
TANAMAN CABE MERAH
2.1 Syarat
Tumbuh
Tanaman cabai sangat cocok untuk di tanam di dataran rendah sampai
menengah. Namun saat ini para produsen telah mampu menghasilkan benih yang
dapat tumbuh dengan baik bila ditanam di dataran tinggi sampai 2.500 m di atas
permukaan laut. Untuk pertumbuhan yang optimal, tanaman cabai memerlukan
intensitas cahaya matahari sekurang-kurangnya selama 10 - 12 jam untuk proses
fotosintesis, pembentukan bunga dan buah, serta pemasakan buah. Jika sinar
matahari yang dibutuhkan kurang atau tanaman ternaungi maka dapat menyebabkan
umur panen menjadi lebih lama, batang menjadi lemas, tanaman meninggi dan mudah
terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh bakteri dan cendawan.
Kelembapan relatif yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah
sekitar 80 %. Sedangkan suhu yang paling ideal untuk perkecambahan benih cabai
adalah 25 - 30 C, dan untuk pertumbuhannya adalah 24 - 28 C. Jika suhu
lingkungan terlalu rendah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan
pertumbuhan serta perkembangan bunga dan buah menjadi kurang sempurna. Tanaman
cabai, terutama hibrida, umumnya dapat ditanam pada semua jenis tanah, baik
andosol, regosol, latosol, ultisol, sampai grumosol. Namun demikian, tanaman
ini paling cocok bila ditanam pada tanah lempung berpasir yang gembur dan
banyak mengandung unsur hara. Jika tanah yang akan ditanami adalah tanah liat
yang sukar menyerap air dan drainasenya jelek, dikhawatirkan muncul serangan
penyakit yang disebabkan cendawan Fusarium sp. dan atau bakteri Pseudomonas
solanacearum. Untuk tanah liat dapat diberi pupuk kandang sebanyak 20 - 30
ton untuk satu kektar lahan agar struktur tanahnya dapat diperbaiki. Derajat keasaman tanah (pH) yang paling ideal
untuk tanaman cabai adalah 6 - 7. Pengapuran dapat dilakukan untuk mentralkan
tanah jika tanah terlalu asam. Tanah yang terlalu asam selain dapat menghambat
penyerapan unsur hara (terutama unsur P, K, S, Mg, dan Mo akibat diikat oleh
unsur Ai, Mn, atau Fe) oleh tanaman, juga dikhawatirkan mungundang serangan Rhizoctonia
sp. dan Phytium sp.
2.2.
Pembibitan
Pembibitan
cabai sebaiknya dilakukan dengan menggunakan plastik kecil (babypolybag)
yang berukuran kurang lebih 12 x 8 cm. Plastik yang telah tersedia dilubangi
pada bagian samping dan bawahnya untuk membuang kelebihan air, kemudian diisi
dengan campuran tanah dan pupuk kandang halus (kedua bahan diayak terlebih
dahulu dengan ayakan halus) dengan perbandingan 2 : 1. Ke dalam media
ditambahkan 150 g SP-36 atau 80 g NPK serta 75 g pestisida (bisa menggunakan
Furadan, Petrofur, Indofuron, atau Curater). Untuk mempercepat perkecambahan
benih serta untuk menghilangkan hama dan penyakit yang mungkin masih menempel
di benih, sebelum ditanam dalam plastik, benih cabai direndam selama semalam
dalam larutan fungisida, bakterisida, dan atonik dengan konsentrasi setiap
bahan sebesar 1 % yang dicampurkan dengan air suam-suam kuku. Setelah
direndam, kemudian benih dibungkus dengan kertas koran atau kain basah selama
dua hari, baru kemudian ditanam di dalam plastik semai yang telah dipersiapkan.
Untuk menghindari hama dan penyakit serta mempertahankan kelembapan, plastik
diletakkan di atas bedengan yang dinaungi dengan plastik bening yang disangga
dengan rangka dari bambu berbentuk setengah lingkaran. Ukuran bedengan yang
dapat digunakan adalah lebar 110 - 125 cm, tinggi 75 cm, dan panjang
sesuai kebutuhan.
Setelah benih
cabai mulai berkecambah, plastik penutup bisa dibuka secara bertahap. Perawatan
yang dilakukan selama pembibitan meliputi penyiraman yang dilakukan setiap pagi
hari, pengendalian gulma yang dilakukan secara manual, pengendalian hama juga
dilakukan secara manual karena bibit yang masih kecil biasanya sangat rentan
terhadap penyemprotan insektisida. Jika serangan hama telah melewati ambang
batas toleransi, maka penyemprotan insektisida dapat dilakukan dengan
menggunakan setengah dosis untuk tanaman dewasa. Pemupukan dapat
dilakukan dengan penyemprotan pupuk daun, antara lain Gandasil D, Complesal,
Atonik, dan Growmore yang dilakukan pada umur bibit 10 hari.
Bibit yang
berumur 20 - 25 hari atau setelah tumbuh daun sebanyak 5 helai sudah siap untuk
ditanam di lahan. Pembibitan cabai sebaiknya dilakukan sebanyak tiga kali
dengan selang waktu 1 dan 2 minggu. Satu minggu setelah penyemaian pertama,
benih disemai kembali sebanyak 5 % dari seluruh kebutuhan bibit. Demikian pula
pada minggu kedua, sehingga tersedia cadangan bibit sebanyak 10 % yang
digunakan untuk menyulam tanaman yang mati, cacat, atau terserang hama dan
penyakit.
2.3. Pengolahan Lahan
Tahapan
pengolahan lahan dalam budidaya cabai meliputi pembersihan lahan, pembajakan
atau pencangkulan, dan pembuatan bedengan. Pembersihan lahan areal penanaman
cabai terutama dilakukan terhadap gulma yang dapat menjadi inang hama dan
penyakit dan meningkatkan kelembapan lahan. Pembersihan juga dilakukan terhadap
tanaman keras yang dapat menghambat penetrasi sinar matahari. Pekerjaan ini
dapat dilakukan secara manual jika luas lahan yang dikelola tidak terlalu luas,
atau menggunakan traktor buldozer jika lahan relatif luas dan banyak tanaman
tahunan.
Lahan yang
telah selesai dibersihkan dapat langsung dibajak atau dicangkul dengan
kedalaman 30 - 40 cm. Sewaktu dilakukan pencangkulan ini, rumput dan sisa
tanaman lunak dapat dicampur sekaligus sehingga membusuk dan dapat menjadi
pupuk. Tujuan pencangkulan adalah untuk mengubah struktur tanah menjadi lebih
gembur atau remah sehingga akar tanaman akan lebih mudah menembus tanah untuk
mengambil zat makanan.
Tanah yang
selesai dicangkul sebaiknya dibiarkan selama dua minggu agar terjadi pertukaran
udara dan membunuh patogen yang merugikan. Setelah itu dilakukan pembuatan
bedengan dengan tujuan untuk mencegah akar tanaman tergenang air pada musim
hujan, selain untuk memudahkan pengaturan jarak tanam. Bedengan dibuat dengan
ukuran panjang 10 - 12 m dengan lebar 110 - 120 cm, tinggi minimal 50 cm. Jarak
antar bedengan atau lebar parit yang ideal untuk penanaman cabai pada musim
hujan adalah 75 - 100 cm dengan lajur bedengan menghadap ke arah Utara -
Selatan.
Pemupukan awal yang dilakukan
pada budidaya tanaman cabai dapat berupa pupuk kandang dan pupuk kimia. Pupuk
kandang yang diperlukan untuk satu hektar lahan penanaman cabai adalah sebanyak
20 - 30 ton, tergantung kondisi kesuburan tanahnya. Pemupukan dilakukan dengan
cara menyebarkannya secara merata di atas bedengan dengan takaran 2 - 3 kg per
75 cm panjang bedengan. Setelah disebar, kemudian tanah dicangkul kembali
supaya pupuknya tercampur secara merata sampai ke dalam tanah. Selain itu,
pemupukan dapat dilakukan dengan memasukan pupuk ke dalam lubang tanam dan
mencampurnya dengan tanah.
2.4. Penanaman
Penanaman
dilakukan pada pagi atau sore hari untuk menghindari panas sinar matahari yang
dapat menyebabkan kelayuan bibit. Untuk menghindari serangan hama dan penyakit,
sebelum ditanam bibit direndam terlebih dahulu dalam larutan fungisida dan
bakterisida dengan konsentrasi 0,2 %. Pestisida yang digunakan sebaiknya
bersifat sistemik agar dapat bertahan lebih lama dalam jaringan tanaman.
Penanaman dilakukan di lubang tanam yang telah dibuat dan diusahakan sebatas
leher akar tanaman sehingga tidak menyebabkan kebusukan. Sebelum dan sesudah
penanaman sebaiknya bedengan disiram agar tanaman cabai tidak mengalami
kekeringan.
2.5. Pemeliharaan
Agar
pertumbuhan tanaman lebih optimal dan hasil yang diperoleh memuaskan, maka
diperlukan perawatan rutin yang meliputi penyulaman, pemasangan ajir,
perempelan tunas air dan bunga, dan pemupukan susulan.
a.
Penyulaman
Penyulaman
dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati atau rusak dengan bibit yang baru
pada saat tanaman berusia 7 dan 14 hari setelah penanaman (hst). Jika setelah 3
minggu masih ada tanaman yang mati, maka tidak perlu dilakukan penyulaman
karena dapat menghasilkan tanaman yang tidak seragam, baik umur maupun waktu
panennya sehingga akan menyulitkan perawatannya.
b.
Pemasangan Ajir
Pemasangan
ajir dilakukan segera setelah bibit ditanam. Ajir yang digunakan adalah dari
batang bambu yang dibelah empat, kemudian dibersihkan dan dihaluskan agar tidak
melukai tanaman cabai. Tinggi ajir yang umum digunakan untuk tanaman cabai
hibrida adalah 125 cm, dengan bagian yang dimasukkan ke dalam tanah adalah 25
cm. Ajir dipasang tegak di setiap tanaman dengan jarak sekitar 10 cm dari
batang tanaman. Untuk memperkuat pemasangannya, semua ajir yang digunakan di
dalam bedengan tersebut bisa dihubungkan dengan menggunakan bambu panjang yang
diikat dengan tali. Setelah ajir terpasang, tanaman cabai harus segera
diikatkan di ajir tersebut dengan menggunakan tali rafia. Agar tidak melukai
batang cabai, pengikatan tanaman bisa menggunakan simpul yang berbentuk angka
delapan.
c.
Perempelan Tunas Air dan Bunga
Perempelan
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi resiko serangan penyakit, memperkokoh
tanaman, dan mengoptimalkan sinar matahari. Perempelan dilakukan dengan
membuang semua tunas air yang tumbuh di ketiak daun dan di bawah bunga pertama
dengan menggunakan tangan yang bersih. Kegiatan ini dilakukan pada pagi hari
ketika batang atau tunas tersebut masih mudah dipatahkan karena masih banyak
mengandung air. Untuk menjaga kondisi tanaman, bunga pertama dan kedua yang
muncul sebaiknya dibuang, karena pada saat itu sebenarnya kondisi tanaman belum
siap untuk berbuah.
d. Pemupukan
Pupuk kimia
yang diberikan adalah ZA dengan dosis 650 kg/ha, Urea dengan dosis 250 kg/ha,
SP-36 dengan dosis 500 kg/ha, dan KCl dengan dosis 400 kg/ha. Keempat jenis
pupuk ini diberikan pada umur tanaman 2, 6, dan 9 minggu dengan masing-masing
sepertiga dosis.
e. Pengendalian
Hama dan Penyakit
Ø Ulat
Buah (Helicoverpa spp. HSN)
Ulat buah
menyerang tanaman cabai yang masih muda dan menyebabkan buah berlubang dan
busuk karena infeksi. Pemberantasan secara kimia dilakukan dengan penyemprotan
insektisida, seperti Supracide 40 EC, Curacron 500 EC, Buldok 25 EC. Untuk
mencegah serangan yang lebih besar, maka buah yang terserang harus dipetik dan
dimusnahkan dengan cara dibakar agar tidak menulari buah yang sehat.
Ø Lalat
Buah (Batrocera dorcalis)
Lalat buah
menyerang buah cabai dengan cara menyuntikkan telurnya ke dalam kulit buah.
Telur tersebut akan berubah menjadi larva yang akan menggerogoti buah sehingga
menyebabkan kebusukan dan kerontokan. Lalat berwarna coklat kekuningan dengan
garis kuning membujur di punggungnya. Pengendalian dapat dilakukan secara
kimiawi dengan penyemprotan insektisida sisitemik pada umur buah I minggu.
Pengendalian juga dapat dilakukan dengan menggunakan perangkap yang berbahan
aktif methyl eugenol, seperti M-Antraktan. Penyemprotan dengan insektisida
sebaiknya dihentikan dua minggu sebelum buah dipanen.
Ø Ulat
Daun (Spodoptera litura)
Ulat daun
menyerang tanaman dengan memakan daun sehingga berlubang dan rusak. Hal ini
dapat mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis dan pada akhirnya dapat
mengurangi hasil yang dipanen. Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan
insektisida racun kontak atau perut serta menjaga sanitasi kebun. Pemanfaatan
perangkap untuk ulat juga bisa digunakan dengan cara memasangnya di areal
kebun.
Ø Kutu
Putih (Pseudococcus sp.)
Hama kutu
putih berbentuk bulat dan berwarna kehijauan. Tubuhnya diselimuti lapisan lilin
agak keputihan. Kutu menyerang tanaman cabai dengan cara menghisap cairan daun
sehingga menyababkan daun menjadi keriting dan tumbuh merana. Akibat lebih jauh
dapat mengakibatkan kerontokan pada bunga dan buah. Hama ini juga merupakan
vektor penyakit embun jelaga. Kotorannya yang manis dapat mengundang semut,
sehingga penyebarannya mengkuti penyebaran semut. Pemberantasan kutu putih
harus sekaligus dilakukan dengan pemberantasan semut dan penyakit embun jelaga.
Pemberantasan dapat dilakukan dengan insektisida dan akarisida.
Ø Kutu
Daun (Myzus persicae)
Kutu daun
menyerang tanaman cabai dengan menghisap cairan daun sehingga mengakibatkan
daun keriput, berwarna kekuningan, dan terpuntir. Akibat lebih jauh adalah
dapat mengakibatkan kerdilnya pertumbuhan tanaman. Hama kutu daun merupakan
vektor yang dapat menularkan penyakit, yaitu embun jelaga dan virus, sertaq
dapat mengundang semut. Pengendalian dapat dilakuan dengan penyemprotan
insektisida yang berbahan aktif imidakloprid, fipronil, dan protiofos secara
bergantian.
Ø Layu
Fusarium
Penyakit layu
fusarium disebabkan oleh cendawan Fusarium oxisporum. Penyakit ini
umumnya menyerang tanaman di dataran tinggi dengan kelembaban tinggi pada musim
hujan. Gejala dari serangan penyakit ini pada tanaman cabai ditandai dengan
menuningnya daun-daun tua yang diikuti dengan daun muda, pucatnya tulang-tulang
daun bagian atas, terkulainya tulang daun, dan layunya tanaman. Batang pun
membusuk dan agak berbau amoniak. Jika batangnya dipotong akan terlihat warna
coklat berbentuk cincin dari berkas pembuluhnya. Pencegahan dapat dilakukan
dengan melakukan pemupukan berimbang, penanaman bibit yang tahan penyakit layu
dengan drainase yang baik, sirkulasi udara lancar, mengurangi penaungan agar sinar
matahari dapat masuk secara penuh, serta tidak menanam pada areal tanaman yang
sebelumnya terserang penyakit layu fusarium. Sebelum ditanam, bibit direndam ke
dalam larutan Benomil 0,1 %. Pengendalian dapat dilakuan dengan penyemprotan
fungisida berbahan aktif benomil yang sistemik, seperti Benlete. Untuk mencegah
serangan yang lebih luas, tanaman yang terserang segera dibongkar dan
dimusnahkan, dan lubang bekas penanaman ditaburi dengan kapur. Jika penyakit
ini dibiarkan dapat mengakibatkan kegagalan panen sampai 50 %.
Ø Layu
Bakteri (Bacterial Wilt)
Penyakit layu
bakteri disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum E. F. Smith.
Gejala serangan ditandai dengan layunya tanaman seperti bekas tersiram air
panas, beberapa hari kemudian tanaman akan mati. Gejala lain adalah terdapatnya
bercak-bercak coklat pada berkas pembuluh batang jika batang dipotong. Tanaman
yang terserang, jika batangnya direndam dalam air bersih, setelah beberapa
menit akan keluar cairan berwarna coklat susu dari batang tersebut. Penyakit
layu bakteri umumnya menyerang tanaman cabai di daerah dataran rendah yang suhu
dan kelembabannya tinggi, tanahnya becek, airnya banyak tergenang.
Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida Agrept 20
WP atau Aqgrimycin 15/1,5 WP. Lahan tanaman yang terserang harus ditaburi
dengan kapur dan tidak boleh ditanami dengan tanaman yang dapat menjadi inang Pseudomonas
selama dua tahun, karena bakteri ini dapat bertahan selama dua tahun dalam
tanah.
Ø Penyakit
Busuk Daun
Penyakit
busuk daun disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans.Gejala
serangan ditandai dengan adanya noda-noda hitam pada buah dan daun seperti
cacar tidak teratur dan pada akhirnya menjadi kering, keras, dan busuk.
Pencegahan dapat dilakukan dengan malakukan pemangkasan yang teratur, menjaga
kelembapan kebun, dan melakukan sanitasi secara teratur. Pengendalian dapat
dilakuan dengan menggunakan bubur Bordeaux 1-3%, Akofol 50 WP, Preficur N,
Prufit PR 10/56 WP, Ridomil, Dithane M-45, dan Antracol.
Ø Busuk
Buah (Antraknose)
Penyakit
busuk buah disebabkan oleh cendawan Colectroticum sp. Gejala serangan
ditandai dengan adanya bercak coklat pada buah yang terus melebar. Pada
serangan yang serius, buah akan kering membusuk dan keriput. Serangan yang
hebat dapat mengurangi hasil sampai 75 %. Pengendalian dapat dilakukan dengan
mengatur jarak tanam yang tidak terlalu rapat, melakukan pemangkasan secara
teratur, dan secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan fungisida sistemik
secara teratur atau fungisida kontak dengan bahan aktif karbendazim fenorimol.
Perlakuan benih dengan merendamnya dalam air hangat (suhu 55 C) yang dicampur
pestisida terbukti mampu mengurangi resiko serangan penyakit ini.
Ø Penyakit
Virus
Serangan
virus ditandai dengan adanya bintik-bintik berwarna orange di tengah daun
bagian bawah atau di kelopak bunga. Bintik-bintik ini akan semakin membesar
serta membentuk bercak-bercak dan lingkaran-lingkaran yang berjumlah semakin
banyak. Daun-daun yang lebih tua kemudian berwarna coklat, lalu rontok. Lama-kelamaan
tanaman semakin kerdil, merana, dan mati. Pada buah yang masih hijau, bercak
kekuningan muncul dengan diameter lebih dari 1,75 cm. Pada bagian tengah
terdapat lingkaran konsentrik yang terlihat jelas berwarna kuning, cokelat,
hijau, pink, atau merah.
Virus yang
sering menyerang adalah TMV (tobacco mozaik virus), TRV (tobacco
rattle virus), CMV (cucumber mozaik virus), TRSV (tomato ringspot
virus), CTV (curly top virus), PVY (potato virus Y).
2.6. Panen
Waktu
pemanenan buah cabai berbeda-beda, tergantung pada varietas serta ketinggian
tempat. Waktu pemanenan cabai yang ditanam di dataran rendah umumnya lebih
cepat daripada yang ditanam di dataran tinggi. Sebagai contoh, di dataran
rendah, cabai keriting hibrida jenis TM 999 umumnya sudah dapat dipanen pada
umur 90 hari setelah tanam, sedangkan di dataran tinggi panen dilakukan pada
umur 105 hari setelah tanam. Cara pemanenan cabai yang benar adalah dengan
memetik buah cabai sekaligus menyertakan tangkai buahnya. Buah yang dipetik
dengan cara tersebut akan lebih tahan lama dibandingkan buah yang dipetik tanpa
tangkai.
Pemanenan
dilakukan ada buah yang sudah merah atau masak penuh dan terhadap buah cabai
yang masak 90 %. Buah cabai yang masak 90 % (untuk cabai keriting) memiliki
warna merah dengan semburat hitam dan sedikit hijau. Pemanenan sebaiknya
dilakukan pada pagi hari sewaktu bobot buah cabai masih optimal. Jika sewaktu
dilakukan penen turun hujan dan buah cabai yang dipanen banyak yang basah,
supaya tidak busuk, sebaiknya cabai diangin-anginkan sampai kering sebelum
dikemas. Interval pemanenan cabai merah maupun cabai keriting dilakukan setiap
2-3 hari sekali atau tergantung pada kondisi pasar dan luas penanaman. Cabai
keriting hibrida, seperti jenis TM 999, masa panennya dapat mencapai 2-3 bulan
sejak panen pertama. Dengan begitu, jika interval panen yang dilakukan 3 hari
sekali, maka jumlah panen yang dilakukan dapat mencapai 30 kali.
III.
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan adalah sebagai berikut :
1. Tanaman
cabe rentan dengan penyakit dan dikenal sebagi tanaman yang manja sehingga
memerlukan perhatian lebih terhadap kelembaban agar tidak terserang penyakit.
2. Tanaman
cabe sangat menguntungkan karena harganya tidak stabil.
0 Response to "BUDIDAYA TANAMAN CABE MERAH"
Post a Comment