a.
Pendahuluan
Petani
di indonesia sudah biasa menanam talas
disawah ataupun di pekarangan. Kendala budidaya talas di pekarangan antara lain
kanopi rapat, sehingga intensitas cahaya yang diterima tananaman rendah. Unsur
radiasi matahari yang penting bagi tanaman ialah intensitas cahaya, kualitas
cahaya, dan lamanya penyiaran. Bila internsitas cahaya yang diterima rendah
maka jumlah cahaya di terima rendah,
maka jumlah cahaya yang diterima oleh setiap luasan permukaan daun dalam jangka
waktu tertentu rendah (Gardner et al., 1991).
Kondisi kekurangan cahaya berakibat terganggunya metabolisme, sehingga
menyebabkan menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Chowdury et al., 1994 : Sopandie et a;., 2003).
Pada
kondisi kekurangan cahaya, tanaman berupaya untuk mempertahankan agar
fotosintesis tetap berlangsung dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Keadaan
ini dapat dicapai apabila respirasi juga efisien (Sopandie et al., 1994 ; 2003). Mohr dan Schopfer (1995) menyatakan kemampuan
tanaman untuk beradaptasi terhadap lingkungan ditentukan oleh sifat genetif
tanaman. Secara genetif tanaman yang toleran terhadap naungan mempunyai
kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan.
Taiz
dan Zeiher (1991) menyatakan distribusi spektrum cahaya matahari yang diterima
oleh daun dipermukaan tajuk (1900 umol m-2s-1) lebih besar
dibanding dengan daun di bawah naungan (17.7 umol m-2s-1). Pada kondisi
ternaungi cahaya yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis sangat
sedikit. Cruz (1997) menyatakan naungan dapat mengurangi enzim fotosintetik
yang berfungsi sebagai katalisator dalam fiksasi CO2 dan menurunkan titik
kompensasi cahaya.
Pengaruh
intensitas cahaya rendah terhadap hasil pada berbagai komoditi sudah banyak
dilaporkan. Naungan 50% pada padi genotipe peka menyebabkan jumlah gabah/malai
kecil serta persentase gabah hampa yang tinggi, sehingga produksi biji rendah
(Sopandie et al., 2003). Intensitas cahaya rendah pada saat pembungaan padi
dapat menurunkan karbohidrat yang terbentuk, sehingga menyebabkan meningkatnya
gabah hampa (Chaturvedi et al., 1994). Intensitas cahaya rendah menurunkan
hasil kedelai (Asadi et al., 1997), jagung (Andre et al., 1993), padi gogo
(Supriyono et al., 2000), ubi jalar (Nurhayati et al., 1985), dan talas
(Caiger, 1986 ; Wirawati et al., 2002). Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang mekanisme adaptasi tanaman talas terhadap
intensitas cahaya rendah.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
analisis menunjukkan bahwa naungan paranet berpengaruh nyata terhadap penurunan
bobot kering umbi (Tabel 1). Berdasarkan penurunan bobot kering umbi (Tabel 1),
hasil uji toleransi terhadap 20 klon talas yang diteliti terdapat klon-klon
toleran dan peka pada naungan paranet 25%, 50%, dan 75%. Hasil relatif (persen
terhadap kontrol) bobot kering umbi pada naungan 25% berkisar antara
36.7-102.1%, yang keragamannya lebih tinggi dibandingkan dengan hasil relatif
pada naungan 50% (28.1-87.9%) dan naungan 75% (24.5-91.7%). Sahardi (2000)
menyatakan bahwa penyaringan genotipe toleran padi gogo berdasarkan penurunan
hasil relatif yang mempunyai keragaman tinggi yaitu naungan karet 3 tahun yang
setara dengan naungan 50%.
Pada
penelitian ini keragaman tertinggi penurunan hasil relatif bobot kering umbi
ialah naungan 25%, tetapi bila memperhatikan jumlah klon talas toleran pada
naungan 25% diperoleh 16 klon yang lebih banyak dibandingkan naungan 50% (9
klon toleran) dan 7 klon toleran pada naungan 75%. Atas dasar klon toleran yang
diperoleh, naungan 25% masih terlalu kasar untuk menyaring klon talas toleran
dan naungan 75% terlalu halus. Dengan pertimbangan perolehan klon toleran pada
ke tiga tingkat naungan tersebut, maka pada penelitian ini dipilih naungan 50%
untuk menyaring talas toleran. Elfarisna (2000) menyatakan bahwa untuk
verifikasi hasil kedelai toleran naungan digunakan naungan buatan 50%.
Pada naungan
50%, penurunan bobot kering umbi klon toleran dan peka bila dibandingkan dengan
naungan 0% tersaji pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa penurunan bobot
kering umbi pada naungan paranet 50% lebih tinggi klon peka dibandingkan dengan
klon toleran. Naungan 50% dipilih karena dapat menyeleksi lebih baik
dibandingkan naungan 25% dan 75%.
Peningkatan luas
daun pada dasarnya merupakan kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman naungan.
Peningkatan luas daun merupakan upaya tanaman dalam mengefisiensikan
penangkapan energi cahaya untuk fotosintesis secara normal pada kondisi
intensitas cahaya rendah. Taiz dan Zeiger (1991) menyatakan daun tanaman
toleran naungan memiliki struktur sel-sel palisade kecil dan ukurannya tidak
jauh berbeda dengan sel-sel bunga karang, sehingga daun lebih tipis. Struktur
tersebut lebih berongga dan akan menambah efisien dalam menangkap energi
radiasi cahaya untuk proses fotosintesis.
Peningkatan
kandungan klorofil a dan b menyebabkan kemampuan dalam menangkap energi radiasi
cahaya klon toleran lebih efisien dibandingkan dengan klon peka, sehingga
fotosintesis klon toleran lebih tinggi dibandingkan dengan klon peka. Klorofil
a dan b berperan dalam proses fotosintesis tanaman. Klorofil b berfungsi
sebagai antena fotosintetik yang mengumpulkan cahaya. Peningkatan kandungan
klorofil b yang pada kondisi ternaungi berkaitan dengan peningkatan protein
klorofil sehingga akan meningkatkan efisiensi fungsi antena fotosintetik pada
Light Harvesting Complex II (LHC II). Penyesuaian tanaman terhadap radiasi yang
rendah juga dicirikan dengan membesarnya antena untuk fotosistem II.
Membesarnya antena untuk fotosistem II akan meningkatkan efisiensi pemanenan
cahaya (Hidema et al., 1992).
Klorofil
b berfungsi sebagai antena yang mengumpulkan cahaya untuk kemudian ditransfer
ke pusat reaksi. Pusat reaksi tersusun dari klorofil a. Energi cahaya akan
diubah menjadi energi kimia di pusat reaksi yang kemudian dapat digunakan untuk
proses reduksi dalam fotosintesis (Taiz dan Zeiger, 1991). Peningkatan kadar
klorofil a dan b merupakan bukti kemampuan tanaman talas untuk tumbuh di bawah
kondisi cahaya rendah (Johnston dan Onwueme, 1996), dan menurut Sahardi (2000)
bukti ini merupakan salah satu bentuk mekanisme toleransi terhadap naungan.
0 Response to "PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP SIFAT TOLERANSI TANAMAN TALAS"
Post a Comment