1. PENDAHULUAN
Gadung (Dioscorea
hispida Dennst., suku gadung-gadungan
atau Dioscoreaceae)
tergolong tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat
perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan,
namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila
kurang benar peng-olahannya. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam
bentuk keripik meskipun rebusan gadung juga dapat
dimakan. Umbinya dapat pula dijadikan arak (difermentasi) sehingga di Malaysia dikenal pula sebagai ubi
arak, selain taring pelandok.
Di Indonesia, tumbuhan ini memiliki nama seperti bitule (Gorontalo), gadu (Bima), gadung (Bali, Jawa, Madura, Sunda) iwi (Sumba), kapak (Sasak), salapa (Bugis) dan sikapa (Makassar).
2. PEMERIAN
Untuk
membedakan antar-spesies dalam gadung-gadungan, mereka dapat dibedakan
berdasarkan arah lilitan batang, bentuk batang, ada tidaknya duri pada batang, bentuk dan jumlah
helaian daun, ada tidaknya buah di
atas atau biasa disebut “katak” atau “aerial bulbil”.
Tumbuhan
gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 5–20 m.
Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah jarum jam, jika dilihat
dari atas). Ciri khas ini penting untuk membedakannya dari gembili (D. aculeata) yang memiliki
penampilan mirip namun batangnya berputar ke kanan. Gadung merambat pada tumbuhan berbatang keras.
Batangnya
kurus ramping, setebal 0,5–1 cm, ditumbuhi duri atau tidak, hijau keabu-abuan. Daun-daunnya terletak
ber-seling, dengan tiga anak daun menjari, bentuk bundar telur atau bundar
telur sungsang, tipis bagai kertas. Bunga jantan
terkumpul dalam tandan di ketiak; bunga betina majemuk berbentuk bulir. Mahkota
bunganya berwarna kuning, benang sarinya berjumlah enam, dan berwarna
kuning juga. Umbinya terbentuk dalam tanah, berjumlah banyak dan tak beraturan
bentuknya, menggerombol dalam kumpulan hingga selebar 25 cm. Sementara buahnya,
berbentuk elips, berdaging, berdiameter ± 1 cm,
dan berwarna coklat.
Ada
beberapa varietasnya, di antaranya yang berumbi putih (yang besar dikenal
sebagai gadung punel atau gadung ketan, sementara
yang kecil berlekuk-lekuk disebut gadung suntil) dan yang berumbi
kuning (antara lain; gadung kuning, gadung kunyit atau gadung
padi).
3. PEMANFAATAN
3.1. Pengobatan
Umbi
gadung dikenal sangat beracun. Umbi ini digunakan sebagai racun ikan atau
mata panah. Sepotong umbi sebesar apel cukup
untuk membunuh seorang pria dalam waktu 6 jam. Efek pertama berupa rasa tidak
nyaman di tenggorokan, yang berangsur menjadi rasa terbakar, diikuti oleh
pusing, muntah darah, rasa tercekik, mengantuk dan kelelahan.
Meski
demikian di Indonesia dan Cina,
parutan umbi gadung ini digunakan untuk mengobati penyakit kusta tahap
awal, kutil, kapalan dan mata ikan. Bersama dengan gadung cina (Smilax china L.),
umbi gadung dipakai untuk mengobati luka-luka akibat sifilis. Di Thailand, irisan dari umbi gadung dioleskan untuk
mengurangi kejang perut dan kolik, dan untuk menghilangkan nanah dari
luka-luka. Di Filipina dan Cina, umbi
ini digunakan untuk meringankan arthritis dan rematik, dan untuk mem-bersihkan luka hewan
ternak yang dipenuhi belatung.
Umbi Dioscorea (genus
uwi-uwian) mengandung lendir kental terdiri atas glikoprotein dan polisakarida yang larut pada air.
Glikoprotein dan polisakarida merupakan bahan bioaktif yang berfungsi sebagai
serat pangan larut air dan bersifat hidrokoloid yang bermanfaat untuk
menurunkan kadar glukosa darah dan kadar total kolesterol, terutama kolesterol LDL (Low
Density Lipoprotein).
3.2. Bahan Pangan
Umbi gadung
dipergunakan sebagai makanan pokok. Menurut
catatan sejarah, fakta mengejutkan menunjukkan bahwa pada tahun 1628,
di saat Batavia (sekarang Jakarta) dikepung,
masyarakat memakan singkong dan gadung. Di
masa Rumphius, beberapa varietas Dioscorea juga
ikut dimakan. Ini diperkuat dengan kebiasaan masyarakat yang memakan singkong
hutan yang varietas liar di Priangan dan sebagian Jawa Timur pada 1830.
Kebiasaan
ini diperkuat bahwa di Jawa Tengah-pun,
memakan nasi adalah kebiasaan yang belum umum di
sana. Ini diperkuat dengan kebiasaan makan nasi yang mulai menjalar pada 1800
Masehi. Pada masa itu, serdadu VOC yang sering bertugas ke
kampung-kampung sering membawa nasi untuk makanan mereka. Ini memberi kejelasan
bagi kita bahwa nasi belum umum hingga bagian pertama abad
ke-19 dan umbi-umbian semacam gadung umum dimakan pada masa
penjajahan Kolonial Belanda.
Gadung
terkenal beracun dan mengandung alkaloid dioskorina (dioscorine) yang
menyebabkan pusing-pusing. Di Nusa Tenggara dan Maluku, biasa digunakan sebagai makanan pokok sebagai
pengganti jagung dan sagu terutama
di wilayah-wilayah kering. Pada tahun 80-an, gadung dapat ditemui di pasar-pasar Indonesia -terutama di Pulau Jawa- sebagai keripik gadung. Di zaman sekarang ini, hanya keripiknya-lah yang dimakan. Keripik gadung
banyak dijual di Kuningan, Jawa Barat dan rasanya gurih.
Berikut
adalah cara menghilangkan racun dari gadung:
· Di Ambon irisan
umbi gadung diremas-remas dalam air laut kemudian
direndam kembali ke laut selama 2-3 hari sampai menjadi lembek. Setelah itu,
baru dijemur.
· Di Bali,
setelah gadung dikupas dan diiris-iris menjadi kepingan, maka ia dicampur
dengan abu gosok. Kemudian direndam dalam air laut (atau
dalam air garam bertakaran 3%), dan dicuci lagi dengan air tawar. Penjemuran
terus dilakukan selama 3 hari. Untuk mengetahui apakah racun yang ada sudah
hilang, maka biasanya dicobakan kepada ayam.
Satu pertanda kalau racunnya sudah hilang,
bahwa si ayam tidak akan merasa mabuk.
· Cara
ketiga, di Kebumen, Jawa Tengah setelah gadung dilumasi dengan
abu gosok, maka gadung tersebut harus dipendam dalam tanah selama
3-4 hari. Kemudian digali dan dicuci dengan air tawar sambil diremas-remas
seperti mencuci beras. Apabila racun telah hilang, air cucian
yang terakhir tidak berwarna putih susu lagi
seperti air bilasan sebelumnya.
Apabila
pengolahannya tidak betul, maka akan menimbulkan rasa sakit seperti memakan talas mentah.
Keracunan gadung dapat diobati dengan air kelapa muda.
3.3. Pestisida Nabati dan Pupuk Organik
3.3.1. Pembuatan
Pestisida Nabati/Organik “GASICAS” (Gadung, Sirih, Cabai Merah dan Serai)
Bahan:
1) 4 Kg Gadung Segar
2) 200 Gram Cabe Merah
3) 200 Gram Serai
4) 15 Liter Air
Cara
Pembuatan:
1) Gadung, cabai merah, daun
sirih, dan serai digiling halus dan campurkan dengan air secukupnya hingga
bahan menyatu rata,
2) Tambahkan air (15 liter), diaduk
sampai rata,
3) Kemudian disaring, air saringan
tersebut merupakan ekstraks pestisida nabati/organik
4) Pestisida nabati siap diaplikasikan
ke tanaman yang terserang OPT dengan kosentrasi 20 cc/liter air.
Penggunaan:
1) Ambil 300 cc ramuan pestisida
GASICAS
2) Tambahkan 15 liter air, tambahkan
perekat pestisida (bisa diganti dengan shampo atau deterjen)
3) Aplikasi sebaiknya ditujukan pada
jasad/hama sasaran pada pagi/sore hari
4) Agar lebih efektif penyemprotan dapat
dilakukan 4 - 5 hari sekali.
OPT Sasaran:
Penggunaan
pestisida nabati GASICAS dapat mengendalikan beberapa macam organisme penganggu
tanaman (OPT), antara lain: penggerek batang; wereng coklat; walang sangit; thrips ; aphid dan
serangga pengganggu lainnya. Untuk pencegahan adanya hama, penyemprotan dapat
dilakukan secara priodik pada tanaman, sebaiknya dalam waktu satu minggu sekali
atau disesuaikan dengan adanya gejala serangan hama di lapang.
3.3.2. Pembuatan
Pupuk Organik Cair Gadung
Bahan:
1) 4 kg Gadung Segar
2) 200 gram Gula Merah
3) 1 kg Bekatul
4) 2 liter air beras
5) 5 liter air.
Cara pembuatan:
1) Gadung digiling halus dan
campurkan dengan 2 liter air beras, 1kg bekatul dan 200 gram gula merah hingga
semua bahan tercampur merata,
2) Tambahkan air (5 liter), aduk sampai
rata kemudian disimpan selama 10-15 hari dalam wadah tertutup rapat,
3) Setelah didiamkan beberapa hari
kemudian saring ramuan tersebut. Ramuan tersebut sudah menjadi ekstrak pupuk
organik cair yang siap diaplikasikan ke tanaman/media tanam dengan konsentrasi
20 cc/liter air.
Penggunaan:
1) Ambil 250 CC ramuan pupuk organik
cair gadung.
2) Tambahkan 14 liter air.
3) Aplikasi sebaiknya dilakukan pada
pagi / sore hari.
4) Agar lebih efektif penyemprotan dapat
dilakukan sebelum seminggu mulai tanam pada areal yang akan ditanam.
Manfaat pupuk
organik cair gadung:
Pupuk
Organik Cair gadung bermanfaat untuk: 1) Meningkatkan ke-suburan tanah; 2)
Meningkatkan Mikro-organisme yang menguntungkan bagi tanaman; dan 3) Penyedia
unsur hara mikro/makro bagi tanaman.
)|( )|( )|(
0 Response to "Pestisida Nabati dan Pupuk Organik"
Post a Comment