Potensi Produksi Agribisnis Hortikultura di Kawasan Timur Indonesia (KTI)



Produksi hortikultura Indonesia selama lima tahun terakhir (1994-1998) umumnya cenderung meningkat, walau ada beberapa jenis yang produksinya berfluktuasi, seperti jeruk, salak, sawo, mangga, lobak, kubis, labu, dan bawang merah sesuai dengan kondisi iklim dan siklus produksi.   Namun ada beberapa jenis produksi hortikultura di Indonesia masih relatif rendah, sehingga  belum mampu  memenuhi  permintaan  pasar domestik  (di samping terjadi pergeseran selera konsumen dan peningkatan pendapatan), sehingga harus mengimpor jenis komoditas hortikultura tersebut.
Produk  agribisnis  hortikultura  buah-buahan  yang  sementara  ini  dominan  diekspor yaitu: alpukat, mangga, manggis, pepaya, durian, langsat, pisang segar, dan rambutan, yang volume ekspornya relatif berfluktuasi  selama enam tahun terakhir (1993-1998).  Sedangkan Indonesia  juga  mengimpor  beberapa  jenis  produk  hortikultura  buah-buahan  yaitu:  kurma kering, jeruk segar, anggur segar, anggur kering, apel segar, pir , dan mandarin segar. Namun neraca perdagangan produk hortikultura buah-buahan Indonesia setiap tahun defisit, yang ditandai oleh nilai impor selalu lebih besar dari pada nilai ekspor.   Dalam jangka panjang kondisi  ini  tidak  menguntungkan,  karena  akan  menguras  devisa  yang  semakin  terbatas (prioritas untuk mencicil utang), dan juga berarti menelantarkan keunggulan komparatif yang dimiliki yakni sumberdaya alam dan iklim. Apakah tidak kebangetan sebagai sebuah negara yang memiliki potensi untuk mengembangkan  produk-produk  agribisnis primer dan olahan harus mengimpor terus, yang dapat menguras devisa negara.
Oleh karenanya sekali lagi, pemerintah sebagai fasilitator harus duduk sejajar dengan para pelaku-pelaku agribisnis, merumuskan suatu grand strategy untuk menggali potensi agribsinis, sehingga mampu menghasilkan devisa, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan para pelaku-pelaku agribisnis dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan regional dan nasional.
Selama   enam tahun terakhir (1994-1999), luas panen hortikultura di ketiga propinsi Kawasan Timur Indonesia (Bali, NTB, NTT) relatif berfluktuasi.   Demikian pula produksi berfluktuasi  sesuai dengan kondisi iklim, serangan  hama dan penyakit,  dan bencana alam. Untuk  Propinsi  Bali,  jenis  buah-buahan  yang  produksinya  menonjol  adalah  jeruk  (58.080 ton),  mangga  (16.750  ton),    melon  (15.711  ton),  nangka/cempedak  (10.839  ton),  pisang (62.903 ton), dan salak (44.575 ton). Sedangkan produksi sayuran yang menonjol adalah cabe (31.754 ton), ketimun  (12.528  ton), kol/kubis  (52.399  ton),   petsai/sawi  (24.303  ton), dan tomat (37.945 ton).
Untuk Propinsi  NTB, jenis buah-buahan  yang menonjol  produksinya  adalah jambu (11.136  ton),  nangka/cempedak  (11.758  ton),  dan  pisang  (85.825  ton),  sedangkan  jenis sayuran adalah bawang merah (43.827 ton), bawang putih (13.804 ton), cabe (19.603 ton), jagung (71.005 ton), kacang hijau (14.479 ton), dan kacang tanah (23.690 ton)(.Untuk Propinsi NTT, jenis buah-buahan yang produksinya menonjol adalah alpukat (9.203 ton), jeruk (17.105 ton), mangga (16.192 ton), nangka/cempedak (6.618 ton), pepay(18.377 ton), dan pisang (63.164 ton), sedangkan jenis sayuran yaitu: jagung (493.535 ton), kacang hijau (16.768 ton), dan kacang tanah (11.848 ton).
Dari  tiga  propinsi  di  KTI  (Bali,  NTB  dan  NTT),  secara  umum  produktivitas hortikultura (buah-buahan dan sayuran) di Bali lebih tinggi dari pada NTB, sedang NTB lebih tinggi dari pada NTT (Lampiran  5, 6 dan 7).   Makin ke arah timur di KTI, produktivitas hortikultura  makin rendah, ini mengindikasikan  teknik budidaya  semakin  belum sempurna yang  masih  perlu  ditingkatkan.  Implikasi  dari  fakta  ini  adalah  adanya  peluang  untuk meningkatkan  produktivitas  hortikultura  di KTI.   Oleh  karena  itu, dalam  rangka  program pengembangan agribisnis hortikultura di KTI (NTB dan NTT), terutama ditinjau dari aspek produksi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:   (1) Penerapan teknologi maju yang lebih  spesifik  agroekosistem (2)  Penerapan  usahatani  terpadu  yang  berorientasi  untuk memperluas   dan   memperkuat   sumber   pendapatan   petani   serta   konservasi   lahan,   (3) Inventarisasi  dan  pemanfaatan  plasma  nutfah  hortikultura,  (4)  Penelitian  adaptasi  jenis tanaman  hortikultura  introduksi  yang  sesuai  dengan  agroklimat  setempat,  (5) Peningkatan pengetahuan  dan  keterampilan  petani  serta  modal  usaha  agribisnis,  (6)  Peningkatan  dan standardisasi mutu produk pertanian untuk menghindari jatuhnya harga di tingkat petani. 

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Potensi Produksi Agribisnis Hortikultura di Kawasan Timur Indonesia (KTI)"

Post a Comment