Pada
dasarnya teknologi yang diterapkan oleh model PTT dan System Rice of
Intensification (SRI) sama, hanya strateginya berbeda. Strategi SRI lebih
dipusatkan pada penggunaan bahan organik. Penggunaan bahan organik yang
diintegrasikan dengan teknik pengairan berkala akan mampu menyediakan hara
untuk kebutuhan tanaman padi. Namun bahan organik yang dibutuhkan cukup banyak yaitu
sekitar 10 ton kompos / Ha/ musim, yang pada prakteknya sulit dipenuhi dalam
skala usaha padi yang luas dan akan menambah biaya tenaga kerja untuk
aplikasinya.
Tujuan
SRI dan PTT paad prinsipnya juga sama yaitu untuk meningkatkan produksi dengan
target segmen petani yang berbeda dan pengelola yang berbeda.
Perbedaan
antara SRI dan PTT adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan
SRI berbentuk paket teknologi yang diyakini dapat diterapkan pada semua kondisi
2. Komponen
teknologi SRI mudah diadopsi petani
3. Pendekatan
pengembangan SRI adalah sistem belajar orang dewasa sehingga petani merasa
diberi posisi yang tepat sebagai subyek perubahan
4. PTT
bertujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi input seperti benih, pupuk,
dan pestisida
5. PTT
diterapkan berdasarkan spesifik lokasi
6. PTT
berorientasi pada proses produksi rasional dan ramah lingkungan
7. PTT
menggunakan pendekatan keproyekan
8. PTT
menggunakan cara transfer teknologi satu arah
Tabel 1 Perbedaan komponen teknologi pada
pendekatan SRI dan PTT
No
|
Perlakuan
|
SRI
|
PTT
|
1.
|
Dosis pupuk anjuran
|
Bahan organik 10 ton /Ha
|
Sesuai Kepmen pertanian no.1, 2006. Pupuk
anorganik dan pupuk organik, BWD dan PUTS atau petak omisi
|
2.
|
Seleksi benih
|
Pemilahan benih bernas dengan telur dan air
garam
|
Pemilahan benih bernas dengan air garam
atau ZA (3%)
|
3.
|
Varietas
|
Varietas lokal atau unggul baru
|
Varietas unggul baru, varietas unggul tipe
baru dan varietas unggul hibrida
|
4.
|
Persemaian
|
Persemaian kering
|
Persemaian basah diaplikasi kompos, sekam
dan pupuk
|
5.
|
Tanam bibit
|
7-14 HSS
|
10-21 HSS atau semuda mungkin, gunakan
bibit umur agak tua di daerah endemis keong mas
|
6.
|
Jumlah bibit/ lubang
|
1
|
1-3 bibit, bibit sesedikit mungkin
|
7.
|
Jarak tanam
|
30 cm x 30 cm atau lebih lebar
|
VUB / VUTB 20 cm x 20 cm
VUH 25 cm x 25 cm
Legowo 2 :1, tanam benih langsung sesuai
dengan keadaan lokasi
|
8.
|
Hama penyakit
|
Pengendalian hayati
Pestisida hayati dan pestisida nabati
|
Prinsip PHT
Bila perlu berdasarkan hasil monitoring
dapat digunakan pestisida kimia, hayati dan nabati maupun kombinasinya
|
9.
|
Pengelolaan gulma
|
Penyiangan mekanis/ landak 4 kali
|
Prinsip Pengendalian Gulma Terpadu (PGT)
Menggunakan landak dan bila perlu
menggunakan herbisida kimia atau penyiangan
|
10.
|
Pengairan
|
Tanah dipertahankan lembab hingga retak selama
vegetatif
|
Pengairan berselang
|
11.
|
Penanganan pasca panen
|
Gebot
|
Mesin perontok dan gebot disesuaikan dengan
kondisi petani
|
12.
|
Metode pendekatan
|
Pemahaman Ekologi Tanah (PET)
|
PRA
|
13.
|
Kelembagaan
|
Pemberdayaan kelompok
|
SIPT, KUAT, KUM
|
14.
|
Pendekatan diseminasi
|
Kelompok studi petani, individu, demplot
|
Kelompok tani, hamparan, demfarm
|
15.
|
Hasil gabah
|
6,9-8,5 t/Ha GKP*)
|
5,0-8,5 t/Ha GKG **)
|
16.
|
Peningkatan hasil
|
0,2 – 1,1 t/Ha
|
0,3- 2,3 t/Ha
|
17.
|
Pendapatan bersih
|
Rp 2.240.000,-
|
Rp 4.580.000,-
|
Keterangan
: *) hasil wawancara petani di Garut, diperoleh dari percobaan petani dari
areal seluas 1000-2000 m2 pada sebagian saja lahan milik petani, **)
hasil percobaan di 18 lokasi di 8 provinsi.
Tabel
2. Sinergisme antar komponen teknologi dalam penerapan model PTT
Komponen
teknologi
|
Sinergi
dengan faktor lain
|
Keterangan
|
Penyiangan dengan alat gasrok
Pengairan berselang
Penggunaan bibit tunggal/lubang tanam
Cara tanam legowo
Penggunaan bahan organik
|
Cara
pemupukan
Pemberian
bahan organik
Pertumbuhan
akar
Absorpsi
oksigen oleh akar
Serangan
hama dan penyakit
Penggunaan
bibit muda
Persaingan
antar tanaman
Serangan
hama dan penyakit
Pemupukan
|
· Pupuk
dapat terbenam (deep placement),
sehingga kehilangan hara berkurang
· Gulma
menjadi sumber hara
· Aerasi
tanah meningkat, pupuk lebih efisien
· Suasana
aerob mengurangi akumulasi bahan-bahan yang bersifat toksik di dalam tanah
· Suplai
oksigen untuk perkembangan akar lebih baik
· Perkembangan
akar lebih pesat dan lebih dalam
· Penyerapan
hara menjangkau lapisan tanah lebih dalam
· Tanaman
tahan rebah pada saat musim hujan karena akar yang kokoh, dan terhindar dari
penyakit kuning (yellowing syndrome)
karena kelembaban berkurang
· Suplai
oksigen untuk respirasi akar meningkat, perkembangan perakaran ke lapisan
tanah lebih dalam, akibatnya tanaman tumbuh lebih kokoh dan pembentukan
anakan lebih banyak
· Perkembangan
hama dan penyakit terutama wereng coklat dan penggerek batang (hama tanaman)
serta penyakit kresek (HDB) terhambat dengan penerapan irigasi berselang
karena kelembaban lingkungan mikro berkurang
· Mengurangi
stres tanaman, recovery bibit lebih
cepat akibatnya pembentukan anakan lebih banyak
· Persaingan
antar individu tanaman berkurang. Anakan lebih banyak. Penggunaan benih
menurun (25 menjadi 15 kg/Ha)
· Gangguan
hama tikus berkurang
· Sirkulasi
udara antar rumpun lebih baik, sehingga mengurangi serangan penyakit
· Wereng
hijau tidak menyebar, mengurangi serangan penyakit tungro
· Perawatan
tanaman lebih mudah dan efisien
· Fisik, kimia dan biologi tanah diperbaiki
· Efisiensi
penggunaan pupuk anorganik meningkat (sekitar 30%)
· Serangga
netral meningkat, sebagai mangsa musuh alami
|
0 Response to "Pengelolaan Tanaman Padi System Rice of Intensification (SRI)"
Post a Comment