Sistem Budidaya Pertanian yang Dilakukan Secara Vertikal atau Bertingkat

Ingin menanam sayuran namun tidak punya lahan luas?. Kini ada cara mudah mendapatkan sayuran organik walau di lahan sempit, yaitu budidaya sayuran secara vertikultur. Penanaman sayuran dengan sistem ini sangat cocok dikembangkan di daerah perkotaan. Sistem vertikultur ini sangat cocok diterapkan bagi petani atau perorangan yang mempunyai lahan sempit, namun ingin menanam tanaman sebanyak-banyaknya. Selain tanaman sayuran, kita bisa juga menanam tanaman hias.
Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris (vertical dan culture) artinya sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja dengan bercocok tanam di kebun atau di sawah. Perbedaannya terletak pada lahan yang digunakan. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 bibit tanaman. Dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman. Banyak sedikitnya tanaman yang akan kita budidayakan tergantung pada model wadah yang kita gunakan.
Untuk tanaman yang memerlukan banyak sinar matahari, seperti cabai, tomat, terong, dan sawi hendaknya diletakkan di posisi bagian atas. Sedangkan tanaman ginseng, kangkung, dan seledri bisa di bagian tengah atau bawah.
Tanaman yang akan ditanam sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan berakar pendek. Tanaman sayuran yang sering dibudidayakan secara vertikultur antara lain selada, kangkung, bayam, pakcoy, caisim, katuk, kemangi, tomat, pare, kacang panjang, mentimun dan tanaman sayuran daun lainnya.
Untuk tujuan komersial, pengembangan vertikultur ini perlu dipertimbangkan aspek ekonomisnya agar biaya produksi jangan sampai melebihi pendapatan dari hasil penjualan tanaman. Sedangkan untuk hobiis, vertikultur dapat dijadikan sebagai media kreativitas dan memperoleh panenan yang sehat dan berkualitas.
Salah satu model vertikultur sederhana dan murah adalah dari bambu betung. Langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut :
1.        Siapkan bambu betung berdiameter sekitar 10 cm sepanjang 1.5 m.
2.        Lubangi dengan hati-hati pembatas bagian dalam antar-ruas bambu menggunakan linggis.
3.        Belahlah ujung atas dan ujung bawah menjadi empat bagian sepanjang 10 cm.
4.        Di bagian tengah antara belahan satu dengan yang lainnya diberi sepotong kayu sehingga belahan-belahan tadi membuka dan bagian bawah bambu dapat digunakan untuk berdiri tegaknya bambu tersebut.
5.         Setelah itu, dengan menggunakan bor listrik dibuat lubang-lubang yang berdiameter 1,5-2 cm di bagian sisi bambu secara bertingkat dan berselang seling sehingga tanaman tidak saling menutupi.
6.        Lubang pertama dibuat dengan jarak 12,5 cm dari ujung bambu. Lubang tanam yang lain dibuat dengan jarak 25 cm antara lubang satu dengan lubang lainnya sehingga didapatkan dua belas lubang tanam.
7.        Setelah itu, masukkan media tanam yang telah disiapkan ke dalam bambu hingga penuh, Media tanam yang digunakan adalah campuran antara tanah, pupuk kompos, dan sekam dengan perbandingan 1:1:1.
8.        Model ini dapat diangkat dan dipindah-pindah ke tempat yang inginkan walaupun agak berat.
Selain penyiraman yang dilakukan setiap hari juga diperlukan pemupukan dan pengendalian hama penyakit. Sebaiknya pupuk yang digunakan adalah pupuk organik misalnya pupuk kompos, pupuk kandang atau pupuk bokashi. Disarankan agar sayuran buah seperti cabe, tomat tidak mudah rontok sebaiknya menambahkan KCL satu sendok teh atau sendok makan tergantung besar kecilnya pohon. Pemberian KCL setiap 5 sampai 6 bulan sekali. Di perkotaan, pupuk kandang atau kompos harganya menjadi mahal. Limbah dapur atau daun-daun kering bisa dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk bokashi. Pupuk bokashi adalah hasil fermentasi bahan organik (jerami, sampah organik, pupuk kandang, dan lain-lain) dengan teknologi EM yang dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Bokashi dapat dibuat dalam beberapa hari dan bisa langsung digunakan sebagai pupuk.
Kalau di daerah pedesaan, biasanya sampah atau kotoran hewan dimasukkan ke sebuah lubang. Kalau lubangnya sudah penuh, sampah dibakar dan sebagai pupuk. Dengan catatan, pupuk kotoran hewan yang akan digunakan hendaknya sudah tidak berbau busuk.
Saat ini masyarakat mulai banyak mempertimbangkan mengkonsumsi hasil panen yang Iebih sehat cara penanamannya, yaitu menggunakan pupuk dan pengendalian hama alami, meskipun harga produk tersebut lebih mahal. Saran untuk berkebun di rumah sebaiknya tidak menggunakan bahan kimia. Ditekankan pula jangan menggunakan furadan untuk membunuh hama yang ada di dalam tanah. Penggunaan furadan bisa mengurangi tingkat kesuburan tanah dan juga mencemari tanaman kurang lebih selama sebulan. Jadi, sebaiknya untuk tanaman sayuran tidak perlu digunakan furadan.
Hal yang paling dinantikan ketika kita menanam tanaman adalah saat panen. Pemanenan sayuran biasanya dilakukan dengan sistem cabut akar (sawi, bayam, seledri, kemangi, selada, kangkung dan sebagainya). Apabila kita punya tanaman sendiri dan dikonsumsi sendiri akan lebih hemat apabila panen dilakukan dengan mengambil daunnya saja. Dengan cara tersebut tanaman sayuran bisa bertahan lebih lama dan bisa panen berulang-ulang. Mudah-mudahan sistem vertikultur ini setidaknya mampu mengoptimalkan lahan pekarangan kita yang sempit. Selamat berkreasi!



Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Sistem Budidaya Pertanian yang Dilakukan Secara Vertikal atau Bertingkat"

Post a Comment