Budidaya Ikan Kerapu

PENDAHULUAN
Ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis  merupakan komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tunggi di pasar Asia seperti Hongkong dan Singapura. Saat ini harga ikan kerapu bebek di Denpasar dan Jakarta berkisar antara Rp. 300.000-350.000 per kg hidup. Selain itu kerapu bebek mempunyai bentuk yang indah dari kerapu lainnya sehingga waktu kecil bisa dijual sebagai ikan hias dengan harga yang cukup mahal. Pembenihan ikan kerapu bebek sudah diteliti  mulai tahun 1996 (Trijoko et al., 199) dan di tingkat petani Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) mulai tahun 1997, namun baru  berkembang sejak tahun 1999 di HSRT di Bali. Usaha pembenihan ikan kerapu bebek sudah dirintis di berbagai daerah seperti Lampung, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, kep. Seribu, kep. Riau, Sulawesi Selatan, NTB, dan NTT; namun hanya di Bali yang dapat berkembang baik. Hal ini disebabkan oleh sudah terdapat sekitar 3.000 petani HSRT bandeng yang sekitar sepuluh persennya berusaha memproduksi benih kerapu bebek sebagai usaha sambilan, sehingga setiap bulan selalu ada yang berhasil menghasilkan benih kerapu bebek di Bali.

Keberhasilan transportasi benih akan mendukung pengembangan kegiatan budidaya pembesaran ikan kerapu khususnya dalam mengupayakan keselamatan dan kesehatan benih yang diangkut dari unit perbenihan sampai ke lokasi budidaya/pembesaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan daya tahan tubuh serta menganalisis kesehatan benih ikan kerapu bebek yang sedang diangkut pada berbagai kepadatan, selain itu sasaran lebih lanjut adalah untuk menganalisis kemungkinan peningkatan efesiensi biaya transportasi dengan meningkatkan kepadatan pengangkutan dengan memperhatikan faktor kesehatan dan sintasan benih ikan kerapu bebek.

BAHAN DAN METODE
Studi transportasi benih ikan kerapu bebek sistim tertutup dan terbuka dilakukan dengan menggunakan benih hasil produksi petani pembenihan di Bali. Ikan uji berupa benih ikan kerapu bebek dengan panjang total 4 – 5 cm dan bobot tubuh 3-10 gram. Pada sistem tarnsportasi tertutup benih ikan uji tersebut sebelum dikemas kedalam kantong plastik dipuasakan selama 24 jam. Wadah menggunakan kantong plastik yang berukuran 30 x 50 cm diisi air laut yang telah diaerasi sebanyak 2 liter dan 35 x 60 cm diisi air laut 3 liter.

Kantong plastik yang telah berisi benih kemudian diisi oksigen murni dengan tekanan 100 kg/cm2, ratio antara gas oksigen dan air 3 : 1. Kantong plastik yang berisi benih ikan selanjutnya dimasukan kedalam box  streofoam, dan didinginkan dengan menambahkan es batu sebanyak 0,5 kg per box. Parameter yang diamati dalam kegiatan ini adalah kelangsungan hidup, dan kualitas air media pada saat berangkat dan sampai tujuan yang meliputi oksigen terlarut, pH, suhu, salinitas, ammonia dan karbon dioksida dilakukan secara simulasi transportasi.

Pada pengangkutan dengan sistem tertutup menggunakan kendaraan berupa truk yang dilengkapi dengan 2 buah bak fiber glass volume masing-masing 2 m3 yang dilengkapi dengan aersi dengan oksigen murni. Kecepatan aerasi oksigen murni diatur sedemikian sehingga 1 tabung dapat digunakan selama 6-8 jam. Selama perjalanan dilakukan penggantian air sebanyak 70-80% setiap 6-8 jam sekali.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data kelangsungan hidup benih kerapu bebek pada transportasi sistem tertutup secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Kelangsungan Hidup Benih Kerapu pada Transportasi sistem TertutupTabel 1 dapat dilihat bahwa pada transportasi sistem tertutup untuk benih ukuran 4 – 5 cm kepadatan yang optimum dengan kantong ukuran 30 x 50 cm pada lama waktu trtansportasi 12 jam adalah 30 ekor per kantong dengan kelangsungan hidup (SR) 95-99%; sedang selama 22 jam adalah 25 ekor per kantong (97-99%). Untuk benih ukuran 5 – 6 cm kepadatan yang optimum dengan kantong ukuran 30 x 50 cm pada lama waktu trtansportasi 12 jam adalah 25 ekor per kantong dengan kelangsungan hidup (SR) 98-99%; sedang selama 22 jam adalah 20 ekor per kantong (96-99%). Untuk benih ukuran 6–7 cm  dan 7-8 cm sering mengalami kendala kantong plastik yang bocor dan kempes karena tertusuk tulang  sirip punggung. Pada transportasi selama 12 jam kendala palstik kempes masih tidak terlalu fatal, terutama pada transportasi darat walaupun plasti kempes benih masih dapat tertolong oleh goncangan yang mempercepat difusi oksigen.

Tabel 1. Kepadatan,ukuran ikan. lama pengangkutan dan persen sintasan dalam transportasi  benih ikan kerapu bebek dengan sistem tertutup dari Bali ke perbagai kota tujuan
Ukuran panjang total benih
(cm)
Ukuran kantong
(cm)/ volume air (liter)

Kepadatan benih per kantong
(ekor)
Lama transportasi (jam)

Kota
tujuan

Alat
angkut
Sintasan (%)
Keterangan
(ada/tidak  kantong
Plastikyang kempes)
1
2
3
4
5
6
7
8
4,0-5,0
30 / 2
30
12
Jakarta
Pesawat
93-95
Tidak
4,0-5,0
30 / 2
25
12
Jakarta
Pesawat
98-99
Tidak
4,0-4,5
30 / 2
30
22
Bengkulu
Pesawat
90-93
Tidak
4,0-5,0
30 / 2
25
22
Bengkulu
Pesawat
97-98
Tidak
5,0-6,0
30 / 2
20
12
Jakarta
Pesawat
98-99
Tidak
5,0-6,0
30 / 2
17
12
Bengkulu
Pesawat
98-99
Tidak
5,0-6,0
30 / 2
20
12
U.Pandang
Pesawat
98-99
Tidak
6,0-7,0
30 / 2
15
12
Bengkulu
Pesawat
92-93
ada
6,0-7,0
30 / 2
20
12
Jakarta
Pesawat
92-93
ada
6,0-7,0
30 / 2
25
12
Lombok
Darat
98-99
ada
6,0-7,0
35 / 4
35
12
Lombok
Darat
97-99
ada
7,0-8,0
30 / 2
25
12
Lombok
Darat
92-93
Ada
7,0-8,0
35 / 4
25
12
Lombok
Darat
98-99
Ada
5,0-6,0
30 / 2
15
18
Batam
Pesawat
98-99
Tidak
4,0-4,5
30 / 2
20
18
Batam
Pesawat
98-99
Tidak
7,0-8,0
30 /2
15
12
Lombok
Darat
98-99
Ada

Kelangsungan Hidup Benih Kerapu pada Transportasi Sistem Terbuka
Pada transportasi terbuka semua pelakuan menghasilkan kelangsungan hidup yang sangat tinggi (>99%).  Hal ini karena kodisi kualitas air relatif stabil terutama kadar oksigen dan amoniak terlarut  oleh pemberian aerasi oksigen murni dan penggantin 70-80% air laut setiap 6-8 jam (Tabel 2).

Tabel 2.  Kepadatan,ukuran ikan. lama pengangkutan dan persen sintasan dalam    transportasi  benih ikan kerapu  bebek dengan sistem terbuka dari Bali ke perbagai kota tujuan
Ukuran panjang total benih
(cm)
Volume
Bak (m3)
Alat angkut
Jumlah benih yang diangkut
(ekor)
Lama transportasi (jam)
Tujuan
Frekuensi Penggan
tian air (kali)
Kelang
sungan hidup
benih
(%)
5,0-6,0
4,0
Truk
6.000
15,0
Lombok
1,0
100,0
10,0-12,0
2,0
Truk
2.000
15,0
Lombok
1,0
100,0
12,0-19,0
2,0
Truk
900
15,0
Lombok
1,0
100,0
5,0-7,0
4,0
Truk
4.000
15,0
Lombok
1,0
100,0
15,0-17,0
4,0
Truk
2.000
72,0
Larantuka
6,0
99,5
8,0-9,0
4,0
Truk
6.000
48,0
Lampung
4,0
99,5
6,0-7,0
4,0
Truk
4.000
60,0
Lb.Bajo
4,0
99,5
8,0-9,0
4,0
Truk
4.000
24,0
Dompu
2,0
99,5

Keberhasilan transportasi ikan hidup selalu dipengaruhi sifat fisiologi ikan sendiri, ukuran ikan, kebugaran/mutu ikan menjelang transportasi, mutu air selama transportasi (suhu media DO, pH, CO2. dan ammonia), kepadatan ikan dalam wadah, teknik mobilitasi dengan menggunakan suhu rendah atau bahan kimia serta metabolit alam dan lama penggangkutan  (Suryaningrum  et al., 2001; Pipet et. al 1982; Basyarie, 1990; Subangsinghe, 1972; Prorent, 1990; Frose. R. 1997). Pada kenyataan dalam melakukan kegiatan transportasi ikan hidup selalu terjadi kompetisi penggunaan ruang dan pemanfaatan oksigen yang tersedia. Pengangkutan dengan sistim tertutup menggunakan kantong plastik, nilai oksigen merupakan parameter penentu pada transportasi ikan hidup ( Berka, 1986).

Peningkatan kepadatan menyebabkan penurunan mutu air selama transportasi. Hal ini terlihat dari kondisi visual air selama pengangkutan air media agak keruh, berlendir dan Respon ikan terhadap perubahan lingkungan suhu, oksigen terlarut, serta peningkatan metabolik ikan ditunjukkan oleh perubahan warna (Utomo dalam Suryaningrum,  2000). Pada kondisi stress, ikan berubah menjadi pucat, warna menjadi keputihan dan pola warna hilang. Jika ikan mudah dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya pola warna tersebut dengan cepat akan normal kembali.
Pada dasarnya keberhasilan kegiatan pengangkutan benih ikan kerapu bebek tidak terlepas kaitannya dari cara penanganan benih ikan sejak sebelum dikemas hingga sampai tempat tujuan, tetapi yang lebih penting lagi dari semuanya itu adalah cara mempertahankan agar kualitas fisiko-kimia air media selama pengangkutan agar lebih stabil sehingga diharapkan dapat mendukung dan menjaga kesehatan benih yang sedang diangkut.

Hasil pengamatan terhadap suhu media selama pengangkutan terlihat peningkatan pada suhu air akhir pengangkutan berkisar antara 24-25oC. Dalam transportasi ikan hidup suhu memegang peranan penting didalam mengendalikan tingkat metabolisme ikan, pada suhu tinggi aktivitas dan metabolisme ikan meningkat. Oleh karena itu suhu rendah dipertahankan selama mungkin untuk menekan metabolisme dan aktifitas ikan selama transportasi. Sehingga ikan dapat diangkut selama mungkin. Menurut Utomo dalam Suryaningrum et al. (2000) suhu ideal yang berpeluang untuk transportasi ikan kerapu berkisar antara 17 – 21oC. Tabel 3 menunjukkan bahwa suhu setelah pengangkutan selama 18 jam transportasi suhu media rata-rata 25oC. Menurut Wibowo et al. (1997) pada suhu 21-27oC cenderung terjadi peningkatan metabolisme sehingga respirasi meningkatkan ekskresi ammonia.

Kandungan oksigen terlarut menunjukan penurunan dengan makin meningkatnya tingkat kepadatan dan lama waktu transportasi. Hal ini membuktikan bahwa tingkat konsumsi oksigen sangat dipengaruhi oleh faktor kepadatan sehingga dari kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan faktor kepadatan mempunyai korelasi positif terhadap tingkat pemanfaatan oksigen, artinya semakin tinggi kepadatan tingkat konsumsi oksigen akan menjadi lebih tinggi demikian sebaliknya.

Kelarutan oksigen pada saat pengepakan yaitu 6,2 mgO2,/liter, selanjutnya pada adalah 3-4 mgO2/liter, ini berpengaruh terhadap aktivitas fisiologi ikan. Menurut Rammerswaal (1993) kelarutan oksigen yang rendah didalam air akan menyebabkan warna ikan menjadi pucat, aktivitas ikan lamban, kadang-kadang ikan naik kepermukaan. Lebih lanjut Utomo dalam. Suryaningrum et al. (2000) dalam penelitianya menyatakan bahwa kelarutan
oksigen sebesar 3,47 mg O2/liter menyebabkan ikan gelisah, warna menjadi pucat, aktifitas lamban.

Kandungan amonia setelah transportasi meningkat dengan meningkatnya kepadatan. Kandungan amonia pada akhir transportasi berkisar 8-11 mg/liter, namun kandungan NH3 amonia tersebut belum bersifat racun atau mematikan ikan terlihat dari sintasa ikan masih tinggi. Hal ini karena ammonia yang dianalisa dalam bentuk amonium (NH4+), sehingga daya racun tidak begiru kuat. Meningkatnya kandungan amonia dalam air ini dapat berasal dari hasil metabolisme pemecahan protein menjadi amonia oleh bakteri (Remmarswaal, 1993). Tingginya kandungan amonia dalam air menyebabkan pengeluaran amonia dalam darah dan jaringan tinggi. Hal ini menyebabkan pH dalam darah naik. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya konsumsi oksigen oleh ikan, sementara kelarutan oksigen dalam media semakin menurun, sehingga akhirnya menyebkan kematian ikan.


KESIMPULAN

Kepadatan maksimal per kantong plastik yang masih menghasilkan kelangsungan hidup tinggi (95-99%) untuk ukuran benih 4--5 cm pada lama waktu 12 jam dan 22 jam adalah masing-masing 30 ekor dan 25 ekor; pada ukuran benih 5-6 cm pada lama waktu 12 jam dan 22 jam adalah masing-masing 25 ekor dan 20 ekor, sedangkan pada ukuran benih 7-8 cm adalah masing-masing 15 dan  12 ekor.

Pada transportasi dengan sistem tertutup semuanya menghasilkan kelangsungan hidup yang sangat tinggi.(lebih dari 99%).









Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Budidaya Ikan Kerapu"

Post a Comment